Pages

Subscribe:

Rabu, 04 Januari 2012

AMAR MAKRUF NAHI MUNKAR

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
                Salah satu kewajiban umat islam terhadap orang lain adalah amar ma’ruf nahi mungkar yaitu menyuruh atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu kutub terbesar dalam urusan agama. Menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar juga merupakan sebuah bentuk sikap tolong menolong agar dalam kehidupan tercipta suatu kondisi yang tenteram, aman, dan nyaman. Di samping itu menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar juga merupakan gambaran kalau kita bukanlah orang yang egois yang hanya memikirkan diri sendiri dan orang yang masa bodoh dengan orang lain.
            Dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini sering ditemukan kehidupan yang tak memperhatikan masalah-masalah orang lain. Orang hanya sibuk mengurusi urusan diri sendiri dan kelurganya, bahkan kadang ada yang keluarganya sendiri kurang terurus. Maka bisa dibayangkan jika dalam kehidupan kita tidak menjalankan sikap saling amar ma’ruf nahi mungkar, maka yang terjadi adalah semakin merajalelanya perbuatan menyimpang. Penyimpangan –penyimpangan moral, pelanggaran aturan-aturan agama,dan pelanggaran norma yang berlaku dalam masyarakat yang dikarenakan kita tidak saling mengingatkan dalam hal kebaikan.
            Didalam hadis kitapun dituntut untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan takwa dan dilarang tolong-menolong dalam keburukan. bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan takwa salah satu contohnya adalah dengan kita mengamalkan amar ma’ruf nahi mungkar.dan Alloh mengutus para rosul salah satu tujuannyapun adalah amar ma’ruf nahi munkar.maka itu menunjukkan betapa pentingnya amar ma’ruf nahi munkar. Salah satu ciri orang beriman adalah bukan orang yang hanya mengejar kesalehan pribadi dan mengabaikan kepentingan publik. Orang yang mengaku beriman adalah harus terlibat dalam berbagai aktifitas hidup dan memberi alternatif pemecahan pada setiap persoalan hidup sejauh dia mampu.

B. Rumusan Masalah
            Mengetahui tentang arti pentingnya orang yang beramar ma’ruf dan bernahi munkar dan hikmah dari yang menegakkan perbuatan amar ma’ruf nahi munkar.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Amar Ma’ruf  Nahi Munkar
Al-Ma’ruf menurut mufradat ar-Raghib dan lainnya adalah nama setiap perbuatan yang dipandang pandang menurut akal atau agama ( syara’). Sedangkan al-Munkar berarti setiap perbuatan yang oleh akal shat dipandang jelek, atau akal tidak memandang jelek atau baik, tetapi agama (syariat) memandannya jelek. Ada yang berpendapat bahwa al-Ma’ruf merupakan suatu nama yang mencakup setiap perbuatan dikenal sebagai suatu ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dan berbuat ikhsan (baik) kepada manusia sedangkan al-Munkar berarti sebaliknya.
Setelah kita mengetahui pengertian bahwa amar ma’ruf ( menyuruh berbuat baik ) dan nahi mukar ( melarang berbuat kemunkaran ) kita juga telah mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan sebuah pegangan terpenting dalam berkehidupan dan dalam urusan beragama. Jikalau permadani amar ma’ruf nahi munkar dilipat dan ilmu serta amalya tidak dipergunakan, niscaya syiar kenabian kosong, keagamaan menjadi rusak, kekosongan merata, kesesatan tersebar, negeri binasa,dan hamba-hamba binasa[1].
Rasulullah bersabda bahwasannya pentingnya amar ma’ruf nahi munkar bagi keseluruhan umat manusia demi keselamatan dan kebaikan mereka sendiri seruan itu penting sekali dalam agama Allah SWT. Dalam Al- Qur’an perintah amar ma’ruf nahi munkar dikaitkan langsung dengan keimanan kepada Allah SWT ( Q.S 4: 110, 5: 105 ). Di lain ayat, perintah itu dikaitkan dengan prinsip-prinsip ajaran islam lainnya, seperti shalat dan zakat ( Q.S. At-Taubah: 71 ).
Dorongan-dorongan ketika kita hendak amar ma’ruf nahi munkar meliputi mengharapkan pahala serta ridho dari Allah SWT, takut pada siksa atau hukuman jika tidak melakukannya, naihat dan kasih saying atas orang-orang yang beriman. Umat terbaik bagi manusia yaitu umat yang paling banyak memberi manfaat dan paling banyak berbuat baik (ihsan) karena ia menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dn mereka melakukan itu melalui jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka, dan ini dalah manfaat sempurna bagi makhluk.
Amar ma’ruf nahi munkar menurut A. Ilyas Ismail MA, pada hakikatnya merupakan suatu konsep pembinaan masyarakat. Konsep ini terdiri dari dua unsur yaitu, pertama, unsur amar ma’ruf itu sendiri yang mengandung perintah untuk membangun masyarakat atau system social yang didasarkan pada nilai-nilai luhur. Kedua, unsur nahi munkar untuk menjaga masyarakat yang sedang dibangun dari berbagai gangguan baik dari luar maupn dari dalam masyarakat itu sendiri.
Apabila orang Islam terbagi menjadi dua, mukmin dan munafik, maka di kalangan Islam tentu saja terdapat dua masyarakat mukmin dan munafik dimana masyarakat mukmin satu sama lain saling mengasihi atau saling menolong: pada amar ma’ruf nahi munkar, menyuruh atau meganjuran berbuat ma’ruf dan melarang perbuatan munkar. Sedangkan masyarakat munafik satu sama lain menyuruh atau menganjurkan berbuat munkar dan mencegah atau melarang perbuatan ma’ruf.
Hukum dari amar ma’ruf nahi munkar yaitu diantara fardhu-fardhu kifayah. Amar ma’ruf nahi munkar tidak diwajibkan secara fardhu ‘ain (kewajiban perorang) kepada setiap orang.  Tetapi diwajibkan secara fardhu kifayah (kewajiban kolektif) seperti menurut pengertian Al-Qur’an. Ibnu Taimiyah-rahimullah-berkata: “Kewajiban ini adalah kewajiban atas keseluruhan umat, dan ini yang oleh para ulama disebut fardhu kifayah. Apabila segolongan dari umat melaksanakannya gugurlah kewajiban iu, tetapi jika segolongan umat telah ada yang melaksanakannya, maka tertunaikan kewajiban itu dari yang lain. Ketika para ulama fiqh menetapkan dakwah adalah fardhu kifayah, sebagian orang mengira bahwa berdakwah adalah suatu kewajiban. Masalah yang timbul bukan dari mereka yang mengira itu.
Sesungguhnya fardhu kifayah dan pelaksanaannya menghendaki pentingnya realisai sesuatu yang diperintahkan itu, dan penerapannya serta golongan yang jadi sasaran perintah itu dapat menerimanya secara nyata. Apabila mereka tetap dalam kesesatan, mengikuti hawa nafsu, senang dalam kedurhakaan dan terjerumus dalam kesalahan, maka semua orang islam tetap mendapat beban kewajiban itu[2]. Kewajiban seorang muslim yaitu melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Ibnu Mas’ud r.a. pernah mendengar seseorang berkata: “celakalah orang yang tidak mau menyeru kepada kebaikan ( al- ma’ruf ) dan menentang kemunkaran (al-Munkar). Itu menunjukkan bahwa mengetahui kebaikan dan kemungkaran dengan hati itu merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa lepas dari diri seorang, maka yang tidak tahu celakalah dia.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangan ( kekuatan)-nya. Jika tidak kuasa dengan lisannya; jika tidak kuasa maka dengan hatinya, dan ini iman yang paling lemah”. ( H. R. Muslim no. 49)
Hadits dan perkataan Syaikhul Islam di atas menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:
1.      Mengingkari dengan tangan
2.      Mengingkari dengan lisan
3.      Mengingkari dengan hati

B.     Hadits- hadits Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar

عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه مسلم]
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
يُوْتى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَا فِى النَّارِ فَتَْدَِقُ اَقْتَابُ بطْنِهِ فَيَدُوْرُ بِهَا كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ فِى الرَّحَا، فَيَجْتَمِعُ اِلَيْهِ اَهْلُ النَّارِ فَيَُوْلُوْنَ : يَا فُلاََنُ، مَا لَكَ، اَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُ: بَلَى، كُنْتُ امُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ اتِيْهِ وَاَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اتِيْهِ. مُتّفَقٌ عَلَيْهِ. عَنْ اَبِى زَيْدٍ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُمَا.وَاللّفْظُ لِمُسُلِمٍ/ البخارى الجزء الرابع : ٢٢٨ ومسلم الجزء الثانى : ٥٩٤
Besuk pada hari kiamat ada seorang lelaki yang didatangkan, lalu dia dilontarkan ke dalam jurang neraka, sehingga keluarlah usus-usus perutnya. Setelah iut dia berputar mengitari neraka itu, bagaikan keledai mengelilingi kisaran (gilingan) tepung. Lalu berkumpullah penghuni neraka seraya bertanya:  “Hai Fulan, mengapakah engkau begitu? Bukankah engkau dulu menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran?”. Dia menjawab: “ Memang begitu! Akan tetapi aku menyuruh kebaikan, sedangkan aku sendiri tidak melakukannya, dan aku melarang dari kemungkaran sedangkan aku sendiri melakukannya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Zaid, yaitu Usamah bin Zaid bin Haritsah ra.) dan lafadz hadits ini dari Muslim- kitab Al Bukhori IV/ hal: 228 dan Muslim II/ hal: 594.
C.     `ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imran:104)

C.    Etika Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Orang yang hendak melakukan suatu perbuatan tertentu hendaknya tahu tentang hakikat sesuatu perbuatan tersebut, termasuk di sini orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar harus mengetahui hakikat sesuatu yang ia perintahkan bahwa sesuatu tersebut adalah kebaikan dalam syariat, dan kebaikan tersebut terbukti diamalkan dan ditinggalkan. Ia juga harus mengetahui hakikat kemungkaran yang ia larang, dan ingin ia ubah bahwa kemunkaran tersebut betul-betul telah ditinggalkan termasuk kemaksiatan, hal-hal yang diharamkan syariat. Kemudian ia harus wara’( menjauhkan diri dari maksiat, dan syubhat, tidak eninggalkan kebaikan yang ia perintahkan dan tidak menjalankan kemungkaran yang ia larang. Etika beramar ma’ruf nahi munkar yang selanjutnya yaitu ia harus berakhlak mulia, penyabar atau tidak mudah marah ketika ia mendapat gangguan dari orang yang ia larang untuk menjauhi kemungkaran, memerintah atau menyuruh dengan lemah lembut tidak dengan kekerasan, melarang dengan ramah, dan pemaaf. Sebelum ia memerintahkan kebaikan ke[ada seseorang, ia harus mengenalkan kebaikan tersebut kepadanya, sebab bias jadi ia meninggalkan kebaikan tersebut karena ia tidak tahu bahwa kebaikan tersebutadalah kebaikan. Ia juga harus menjelaskan kemungkaran kepada orang yang hendak ia larang, bahwa perbuatannya merupakan sebuah kemunkaran (missal: zina, minum khamr/minuman keras, riba, ghibah, mengadu domba, dusta, bersumpah dengan selain Allah dan sifat-sifat-Nya, syirik, meninggalkan shalat, tidak menunaikan zakat, puasa, haji dan hal-hal lain yang sudah diketahui secara umum dikalangan perseorangan umat, baik peringatan itu bermanfaat atau tidak).. Sebab bias jadi, ia menerjakan kemunkaran tersebut karena tidak tahu bahwa kemunkaran tersebut adalah kemunkaran yang harus ditinggalkan. Etika yang selanjutnya yakni ia harus menyuruh dan melarang dengan cara yang baik. Jika ia tidak sanggup mengubah kemunkarandengan tangannya dan lisannya, karena mengkhawatirkan terjadinya suatu pada dirinya atau kehormatannya, dan tidak sanggup bersabar terhadap apa yang diterimanya, maka ia cukup mengubah kemunkaran tersebut dengan hatinya, karena sabda Rasulullah SAW., “Barangsiapa salah seorang dari kalian melihat kemunkaran, hendaklah ia mengubahnya denan tangannya. Jika ia tidak sanggup mengubahnya dengan tangannya hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Jika ia tidak sanggup mengubahnya degan lisannya, hendaklah ia mengubah dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman”.
Kadar maslahat dan mafsadah harus ditimbang dengan  timbangan syariat[3]. Apabila seseorang mampu mengikuti nash, ia tidak boleh berpaling daripadanya. Jika tidak ia harus berijtihad dengan pikirannya untuk mengetahui berbagai maslahah yang kabur dan yang samar. Dan jarang nash-nash itu menyulitkan orang yang benar-benar mengetahuinya serta mengetahui isyarat hukumnya. Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, jika seseorang dan segolongan orang mengerjakan yang ma’ruf terkadang juga yang munkar, hingga orang tersebut tidak mampu memisahkan kedua hal tersebut, atau mereka mengerjakan atau meninggalkan semuanya maka mereka tidak boleh disuruh kepada yang ma’ruf tidak pula dicegah dari yang munkar.

D.    Ganjaran Bagi Orang yang Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar[4]
Allah Ta’ala berfirman untuk mengabarkan akan pertolongan-Nya bagi para penegak panji nana gung ini dari laknat yang telah menimpa Ashab Sabt dalam firman-Nya:
“Maka tatkala mereka melpakan apa yang diperingatkan kepada mereka kami menyelamatkan orang-orang yang mencegah perbuatan jahat dan kami tipakan kepada orang yang berbuat dzalim siksaan yang keras  disebabkan mereka selalu berbuat fisik: (Q.S. Al-A’raf: 165).
            Syaikh as-Sa’adi rahimahullah berkata, “Ini adalah sunnatullah (hukum Allah Ta’ala) bagi para hamba-Nya, bahwa orang-orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yag kemunkaran akan selamat ketika musibah menimpa ( Taisirul Kari mar-Rahman, hal. 307).



E.     Bahaya Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Bahaya yang ditimbulkan jika kita meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, diantaranya:
a.    Tidak dikabulkan do’a (permintaan) seorang hamba
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdo’a kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah tidak mengabulkan do’a kalian””. ( H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’).
b.   Mendapatkan laknat dari Allah
Imam Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah dala tafsirnya berkata: “Dahulu orang-orang Yahudi dilaknat Allah SWT karena mereka tidak berhenti dari kemunkaran yang mereka perbuat dan sebagian mereka juga tidak melarang sebagian lainnya (dari kemunkaran tersebut)”.
Jadi jelaslah bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan hal yang akan mengundang kemurkaan Allah.

F.  Hikmah Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hikmah bagi orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar:
1.   Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar  merupakan salah satu bentuk penyampaian hujjah, keterangan yang jelas akan kebenaran dari Allah SWT) bagi seluruh umat secara umum manusia secara umum, dan para pelaku maksiat secara khusus. Sehingga ketika turun musibah dan bencana mereka tidak bias berdalih dengan tidak adanya orang yang memberikan peringatan dan nasihat kepada mereka. Mereka juga tidak dapat memberikan alas an dengan hal yang sama dihadapan Allah SWT kelak.
2.   Dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar akan terlepas tanggungan kewajiban dari pundak orang-orang yang telah melaksanakannya
3.   Amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu sebab terbesar untuk mendapatkan kepemimpinan di muka bumi. Maka Allah lah yang berhak mengangkat penguasa di muka bumi tersebut. Allah SWT berfirman menyebutkan cirri-ciri para penguasa pilihan-Nya: “Allah pasti akan menology orang-orang yang menolong (agama-Nya), sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang Kani beri kedudukan di muka bumi, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan”. (Q.S. Al-Hajj: 40-41).






















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
-       Amar ma’ruf merupakan perintah kepada kebaikan dan nahi munkar merupakan larangan untuk berbuat munkar.
-        Menegakkan semangat amar ma’ruf nahi munkar  memang wajib bagi setiap orang perorang dengan cara kemampuan yang ada.
-       Di antara hikmah amar ma’ruf nahi munkar adalah terhindar dari siksa dan adzab  Allah SWT.
-       Kemunkaran, baik kesyirikan, kedzaliman maupun kemaksiatan dapat menyebabkan hilangnya kenikmatan dan mendatangkan kehancuran.



















DAFTAR PUSTAKA

Asrori Zain Muhammad, M. Mizan.  Jalan Menuju Sorga “Inti Sari Hadits dengan penjelasannya. Surabaya: Karya Utama.
Ibnu Taimiyyah, Syekul Islam. 1421 H. Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Departemen Urusan Keislaman, Wakaf, Da’wah dan Pengarahan Kerajaan Arab Saudi.
Imam Al Ghazali. 1993. Ihya’ ‘Ulumiddin Jilid IV. Semarang: CV. Asy Syifa’.





[1] Imam Al Ghazali, Ihya‘ ‘Ulumumiddin Jilid IV, hal. 365
[2] Syekul Islam Ibnu Taimiyyah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hal. 4
[3] Ibid, hal. 90
[4] http://alislamu.com/aqidah/78-beriman-kepada-kewajiban-amar-ma’ruf-nahi-munkar-dan-kode-etiknya.html

0 komentar:

Posting Komentar